Please! Stop Begejekan, sejenak saja! Saatnya kita tunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia ini bangsa serius. Bangsa ini bukan bangsa begejekan yang bisa dijadikan permainan lalu ditertawakan negara adikuasa dan sekutu-sekutunya.
Lihat sejarah! Apa ada pejuang yang tidak
serius? Apa ada pejuang yang cengegesan
melulu selama masa penjajahan? Tak seorang pahlawan pun yang tidak serius. Cut
Nyak Dien dan Teuku Umar, Imam Bonjol, Pattimura, Pangeran Diponegoro, I Gusti
Ngurah Rai, Pangeran Antasari, Sultan Hassanuddin, Tjokroaminoto, KH Hasyim Asy’ari,
Bung Tomo dan lain-lainnya, semuanya serius mengorbankan pikiran, tenaga, jiwa
raga demi menolak kolonialisme. Bahkan Jendral Sudirman rela mengabaikan rasa
sakit demi memimpin pertempuran melawan penjajah.
Para pemuda dan mahasiswa juga serius
menjalankan peran sebagai motor kebangkitan nasional dan sebagai pionir
persatuan dalam ikatan Sumpah Pemuda, lalu mendorong proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia. Keseriusan pula yang membawa mereka menggerakkan bangsa ini
hingga mengalami peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru lalu dari Orde
Baru ke era reformasi.
Lihat pula rumusan tujan nasional dalam
Preambule UUD 1945 yang ditugaskan kepada pemerintah Indonesia: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Jelas kalimat ini lahir dari proses
berpikir yang sangat serius. Pancasila dicipta dengan serius. Seluruh
bagian konstitusi dirumuskan dengan serius. Naskah teks proklamasi ditulis
dengan sangat serius. Merah putih dibuat dan dikibarkan pertama kali dengan
serius. Jadi, bangsa ini dulu dikenal sebagai bangsa yang serius.
Bandingkan dengan kondisi bangsa Indonesia
sekarang! Layar kaca nyaris 24 jam menyajikan ketidakseriusan dengan satu
semboyan yang sama: “Hanya Bermaksud Menghibur” (berarti tidak berniat
mendidik). Elit politik legislatif maupun eksekutif juga tetap konsisten untuk
berpura-pura serius bekerja demi kesejahteraan rakyat, berpura-pura serius
menegakkan hukum dan memberantas korupsi, berpura-pura serius bekerja tanpa
tekanan politik komandan-komandan partai maupun ancaman asing.
Kalau ada yang serius, itulah media massa saat
menyajikan berita. Mereka sangat serius menyajikan foto-foto pencitraan
politisi, baik itu saat nyemplung ke got dan sawah, saat membagikan bantuan,
saat mereka mendekati wong alit.
Mereka juga sangat serius menyajikan berita-berita pesanan penguasa dan
kroni-kroninya sesuai nominal yang diterima.
Mirisnya, agama sekarang juga dijadikan bahan begejekan. Kok nggak ada takut-takutnya ya?Agama itu kan semestinya
diposisikan sakral dan serius, kok ini diangkat ke acara lawakan agar bisa membuat
penontonnya tertawa ngakak-ngakak.
Kalau ada yang serius dalam beragama langsung diberi cap ekstrim, radikal,
bahkan dikatakan anti NKRI dan Pancasila. Lha memangnya NKRI itu bersatu dalam
ketidakseriusan? Memangnya Pancasila itu dibentuk dalam ketidakseriusan?
Jadi, jika untuk menyadarkan bangsa tentang
pentingnya pendidikan ditetapkanlah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), bila
untuk memperingati gerakan kebangkitan yang dipelopori kaum muda ditetapkanlah
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), mungkin sudah saatnya pemerintah
menetapkan sebuah tanggal sebagai Hari Serius Nasional (Hariusnas). Siapa tahu
dengan adanya Hariusnas, bangsa ini akan bisa serius memperingati hari-hari
nasional lainnya, sehingga tidak seremonial belaka.
Keterangan: Begejekan = becandaan
Komentar