Si Pengolah Kain Terjajah
Seorang entrepreneur asal New York bernama Steve
Blank pernah mengatakan,“A
business model describes how your company creates, delivers and captures
value.” Boleh dibilang, inilah petunjuk penting untuk setiap peminat dan pelaku
bisnis, baik yang newbie maupun mastah,
cupu ataupun suhu. Jadi, bisnis itu tidak melulu bicara soal target profit. Ada
misi besar yaitu menyampaikan nilai-nilai (values)
kepada customer.
Mindset ini pula yang menjadi landasan Alfira Oktaviani dalam menapaki
dunia bisnis. Sejak “babat alas” pada tahun 2018 dengan mengibarkan brand Semilir Ecoprint di Bantul,
Yogyakarta, sosok mompreneur ini selalu
berusaha mendeliver nilai-nilai
kehidupan dalam bisnis fashionnya.
Selain menawarkan filosofi semilir yang melambangkan
kesegaran atau kesejukan, finalis Kreatif Lokal Award 2020 itu juga mengemas
banyak nilai dalam setiap produknya. Salah satu produk buah kecerdasannya
berkreasi adalah olahan dari kain terjajah.
Sebagian masyarakat mungkin akan mengernyitkan dahinya jika
disebut kain terjajah. Namun bagi masyarakat asli atau pemilik darah Bengkulu, pastinya sangat mengenal apa itu
kain terjajah.
Kain terjajah adalah julukan untuk kain lantung khas Bengkulu
yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Pendidikan Kebudayaan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada tahun
2015..Meski sudah mendapat pengakuan, namun nama kain lantung malah tenggelam.
Julukan kain terjajah diberikan kepada kain lantung karena
memang ada pertautan sejarah dengan zaman kolonialisme Jepang. Bolehlah kalau
ada yang mengatakan bahwa kain lantung adalah salah satu saksi bisu betapa
menderitanya kehidupan masyarakat terjajah. Biarpun pada awal masuknya ke
Indonesia, Jepang mengidentifikasi dirinya sebagai saudara tua dengan slogan 3A,
namun akhirnya mereka menampakkan wajah aslinya sebagai penjajah baru yang tak kalah sadisnya dari
Belanda.
Saat Jepang menancapkan kuku kekuasaannya di Bengkulu,
perekonomian masyarakat setempat dalam kondisi terpuruk. Bahkan, rakyat
Bengkulu tidak mampu lagi membeli kain yang layak untuk bahan pakaian.
Dalam kondisi sangat sulit itulah pada tahun 1943 muncul ide
untuk membuat kain dari kulit pohon yang mudah didapat karena Bengkulu memiliki
hutan sangat luas. Kain inilah yang kemudian disebut dengan kain lantung. Biasanya,
pohon yang diambil kulitnya sebagai bahan kain lantung adalah pohon karet,
ibuh, terap dan kebui.
Sekarang kain lantung sudah tidak lagi dijadikan bahan
pakaian. Namun bukan berarti kemerdekaan Indonesia menamatkan riwayat kain
terjajah itu. Positifnya, masih ada orang seperti Alfira Oktaviani yang
berupaya keras untuk melestarikan kain lantung dengan mengolahnya menjadi bahan aksesoris
dan kerajinan seperti tas, dompet dan juga selendang.
Kuatnya tekad Alfira untuk melestarikan kain lantung ditunjukkan dengan melakukan riset ain lantung di Desa Papahan, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Di desa terpencil itulah Alfira mempelajari seluruh proses pembuatan kain lantung melalui para pengrajin yang ada di sana. Di sana pula dia mendapat info terkini soal perkembangan usaha kain lantung.
Apa yang dilakukan perempuan asli Sleman itu lebih dari
sekadar upaya menyelamatkan sebuah
warisan budaya dari kepunahan. Melalui produk berbahan kain lantung, Alfira
telah berkontribusi untuk menguatkan identitas Indonesia sebagai bangsa
pejuang. Pengalaman sebagai bangsa terjajah seharusnya membentuk karakter kuat,
pantang menyerah, dan tidak pernah merasa inferior dari bangsa lain.
Selain itu, kain lantung dengan kisah sejarahnya juga mengajarkan
leadership yang tidak fokus pada
masalah. Seberat apapun masalah, pemilik jiwa kepemimpinan akan fokus mencari
solusi. Seperti kata Jamil Azzaini, CEO Kubik Leadership,”Orang yang memiliki
jiwa pemimpin akan fokus pada solusi. Orang yang fokus pada masalah biasanya
hidupnya bermasalah."
Kegigihannya menjalani peran sebagai the agent of values melalui Semilir
Ecoprint berbuah manis. Alfira Oktaviani terpilih untuk mendapat apresiasi SATU (Semangat Astra
Terpadu) Indonesia Award 2022. Tidak bisa dinafikan, kreativitasnya yang terkemas dalam produk
aksesoris dan kerajinan membuat masyarakat Indonesia mengenal kain lantung khas
Bengkulu, si kain terjajah.
.
.
Komentar