IndiHome Internetnya Indonesia Untuk Aktivitas Tanpa Batas Waktu dan Ruang


Gara-gara IndiHome internetnya Indonesia, aku bisa menjalani aktivitas tanpa batas. Bukan aktivitas macam medsosan atau nonton youtube seharian yang kumaksud disini, tetapi aktivitas produktif alias menghasilkan uang buat isi rekening.

Tak bisa kunafikan. IndiHome internetnya Indonesia adalah partner termboisku dalam melakukan aktivitas tanpa batas ruang dan waktu. Selama ada si dia ini, mau cuaca hujan sekalipun, internetan tetap stabil dan lancar jaya. IndiHome mbois to?

Aku dan IndiHome itu sudah seperti pendekar Wiro Sableng dengan kapak maut naga geninya. Tanpa kekuatan sinyal internetnya Indonesia yang selalu mendukung siapapun dalam berkarya ini, hilanglah “kedigdayaanku” saat melakukan aktivitas tanpa batas.

Aku memang bukan pekerja kantoran yang dibatasi ruang dan terikat oleh jam kerja. Tetapi aku bukan pengangguran lho. Aku bekerja tanpa durasi di setiap ruang yang mendapat pancaran sinyal IndiHome.

. No! Aku bukan gamers yang biasa nongkrong di warkop. Memang aku sering juga memanfaatkan fasilitas IndiHome di warkop. Bermodal uang empat ribu rupiah untuk sekadar beli segelas es cappucino, aku bisa wifian maksimal lima jam untuk menghasilkan sebuah konten. So, who am I?



Ya, I’m a content writer. Sebagai content writer untuk sebuah media online, aku bekerja tanpa batasan ruang dan waktu. Selama ada sinyal internet cepat yang dipancarkan IndiHome, aku bisa menjalankan profesiku kapanpun dan dimanapun. Mau sambil ngemil, ngopi atau bahkan rebahan juga oke saja.

Betewe, dunia tulis menulis di media jurnalistik sesungguhnya bukan hal baru buatku..Bukan mau pamer, cuma berbagi pengalaman. Sewaktu masih menjadi Ketua Badan Legislatif Mahasiswa salah satu kampus di Surabaya, ada lima tulisan opiniku yang termuat di media cetak.

Aku masih ingat, artikel opiniku yang pertama kali dimuat berjudul “Partisipasi Rakyat Pasca Kontrak Sosial”. Selain itu ada juga “Terorisme Masih Sekadar Amunisi Politik”. Sayangnya, saat itu media yang memuat tulisanku belum menyediakan versi online. Makanya  tidak bisa kutemukan jejak digitalnya.

Walau begitu, bukan berarti aku merasa mudah dan tidak perlu beradaptasi lagi saat menjadi content writer di media online. Bagaimanapun, ada perbedaan antara menulis di media cetak dengan online. Jadi nggak semudah itu Maguire!

Sebagai content witer, aku harus memperdalam ilmu tentang strategi pembuatan konten berkualitas yang bisa menaikkan traffic, dasar-dasar SEO terutama masalah pemilihan dan penempatan kata kunci, pencarian topik yang lagi trending, serta penulisan judul yang menggoda.

Itulah tantangan terbesarnya. Seorang content writer tidak cukup hanya mempunyai kemampuan dalam melakukan riset dan analisis kemudian mengolahnya menjadi sebuah konten berkualitas.

Seorang content writer sepertiku harus melakukan searching kata kunci untuk dikembangkan menjadi sebuah konten yang sekiranya dapat mendatangkan banyak viewers.

Salah satu konten yang kuhasilkan. Sumber: gunem.id


Maka dari itu untuk menulis sebuah konten di media online bisa lebih lama daripada saat membuat artikel untuk media cetak. Bahkan tekadang aku perlu begadang. Aku tahu sih, sebaiknya jangan begadang kalau tiada artinya. Kalau ada kepentingan ya no problemo.

Dengan aktivitas tanpa batas ruang dan waktu, keberadaan IndiHome yang terkoneksi ke laptop maupun smartphone sangat penting. Tanpa sinyal IndiHome, aku akan menghadapi masalah besar karena tidak bisa searching bahan tulisan maupun keywords.

Untungnya, IndiHome mbois asli. Dengan kecepatan hingga 300 Mbps yang dipancarkan oleh sinyalnya, aku bisa browsing dan searching data ke Mbah Google tanpa kendala.

Mboisnya lagi, sekalipun aku sedang di luar rumah, aku tetap bisa internetan dan membuat konten. Hampir semua warkop dekat rumahku berlangganan IndiHome. Begitu juga dengan Perpustakaan Kota Surabaya. Lha kalau tempat-tempat macam itu diisi banyak orang dan semuanya internetan gimana?

Memang sih, sebagai seorang penulis konten, aku lebih suka berada di tempat yang nggak terlalu banyak orang, Biasanya, semakin banyak orang akan semakin pengap dan berisik. Selain itu, kecepatan koneksi internet juga dipengaruhi berapa banyak pemakainya di waktu yang sama. Ini formulanya:

 

indihome.co.id

Ya begitulah, IndiHome dengan jaringan fiber optik ini kan memang tersebar di seluruh negeri. Makanya aku tetap bisa berkarya menghasilkan konten-konten bermanfaat macam di blog ini,  dimanapun dan kapanpun. IndiHome mbois to?

Bersama IndiHome internetnya Indonesia, aku ingin terus eksis sebagai content writer. Inilah jalan ninjaku untuk mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat.

Aku sadar benar bahwa misi yang kujalani ini sangat tidak mudah di saat bangsa Indonesia belum memiliki budaya membaca. Kata UNESCO, dari 1000 orang Indonesia cuma 1 orang yang gemar membaca. Hal ini merupakan realita yang tidak mbois di saat sudah ada IndiHome mbois.

Menurut data wearesocial per Januari 2017, orang Indonesia kuat menatap layar gadget sekitar 9 jam per hari. Tetapi waktu sebanyak itu lebih banyak digunakan untuk bermedsos. Maka tidak perlu heran kalau orang Indonesia masuk urutan kelima bangsa cerewet di media sosial

Dengan kenyataan seperti itu, ingin rasanya aku give up. Tetapi kalau tidak ada lagi yang menghadirkan konten-konten berkualitas, mencerdaskan dan mencerahkan, siapa yang akan memberi nutrisi bergizi untuk otak para gadget mania itu?

 Sumber data: indihome.co.id, suarasurabaya.net

 

  

Komentar