Jati Diriku Terbongkar di Workshop CHMP

 


Sebagai seorang pengusaha di bidang kepenulisan, aku telah menghasilkan 4 buku karya tunggal. Tetapi dari keempatnya, buku kumpulan cerpen "Anomali" yang paling jelas menampakkan profilku dalam berkarir. Kalau istilah anak sekarang, buku "Anomali" itu gue banget. 

Buku itu terbit tahun 2014 dan menjadi single perdanaku. Ada 12 cerpen di dalamnya tetapi tak satupun yang berisi drama percintaan ala FTV. Semua ide ceritanya dari realita pada masa itu terkait masalah pendidikan, kemiskinan, penggusuran, dan banyak lagi. 

Jadi tepatlah hasil analisis neurodominance saat workshop Certified Hijrah Mind  Practitioner (CHMP) tanggal 25 – 27 Maret 2022 lalu. Dalam even yang diselenggarakan Hijrah Coach itu, terkuak bahwa aku di dunia profesi adalah seorang yang kuat di feeling dan spontaneous. 

Saat menulis "Anomali", seluruh isi perasaan kulibatkan. Saat aku mengkritisi kebijakan penguasa melalui cerita rekaanku, aku begitu ekspresif dan tidak ada beban ketakutan dengan risiko buruk yang bisa saja kuterima. Saat aku mengangkat pengalamanku menjadi praktisi pendidikan dalam bentuk cerita, aku sangat emosional dalam mengisahkan wajah suram duniaku itu . Saat aku menulis cerita tentang kemiskinan dan penggusuran, kutampakkan empatiku. 

Tetapi kuakui, saat menyusun 12 cerpen itu, semuanya kulakukan dalam kesunyian tanpa seorangpun tahu. Bukan apa-apa, aku malas berkonflik dengan siapapun yang bisa saja merintangi usahaku melahirkan karya perdana. Aku maklum karena profesi sebagai penulis masih dipandang dengan sebelah mata, apalagi kalau karya yang diproduksi bukan kisah romantis. Keputusan menjadi penulis jelas merupakan langkah tidak populer, anti mainstream. Penulis sering dianggap pengangguran terselubung yang tampak suka melamun saat sedang berimajinasi sebelum disusun dalam rangkaian aksara. 

Cita-citaku jelas.  Melalui tulisanku, aku ingin menjadi matahari yang menghilangkan kegelapan di jagat raya. Aku ingin membagi inspirasi kepada siapapun yang membeli karyaku. Tetapi tidak bisa dinafikan juga kalau aku butuh uang. Namun aku berharap bisa memberi nilai tambah untuk mereka yang membeli karyaku. 

Dari hasil pembacaan terhadap dominasi bagian otakku, aku juga merasa perlu belajar melibatkan logika. Karena menjadi penulis bukan lagi penyaluran hobi tetapi sudah menjadi profesi. Setidaknya, aku harus belajar menganalisis secara rasional tentang siapa yang akan kubidik sebagai customer target (pembaca) dari karyaku. Seperti kata coach Daru Dewayanto MCM, MCC, selaku founder, CEO dan Master Coach Hijrah Coach, menjual produk tanpa menganalisis customer target seperti petinju yang tak memperhitungkan pilihan kelasnya. Asal bak buk bak buk tapi ujung-ujungnya malah jatuh sendiri. 

Berangkat dari workshop CHMP itulah aku semakin mengenali diriku sendiri dan tahu bagaimana seharusnya kumelangkah ke depannya. Bangga dengan jatidiri bukan berarti tidak ingin menjadi lebih baik, setuju?



 

Komentar