Who Am I?

 


Jawaban dari pertanyaan seperti judul tulisan ini bukan sekadar nama yang diberikan orang tua saat seseorang dilahirkan. Lebih dari itu, pertanyaan tersebut adalah tentang jati diri manusia seutuhnya, lengkap dengan karakter dan potensinya.

Kemampuan mengidentifikasi diri diperlukan setiap orang, baik saat menjalani kehidupan personal maupun profesional. Dengan mengetahui segala potensinya, seseorang akan bisa menata hidup hingga menjadi sosok lebih baik. Seorang manajer perusahaan akan bisa membentuk tim hebat setelah mengetahui potensi dirinya. Pasangan orang tua akan bisa menghadapi dan mendewasakan anaknya dengan lebih baik setelah menggali karakter dan potensinya. Darimana semua itu bisa dianalisis?

Menurut teori yang dikembangkan MyBrain, ada keterkaitan antara otak dengan daasar kepribadian dan preferensi (pilihan) hidup manusia. Dari teori tersebut kemudian diciptakan instrument HIJRAH MIND, yaitu alat ukur pertama dan satu-satunya yang mampu menghasilkan profil individu maupun kelompok berdasarkan ilmu saraf yang berpusat di otak.

Secara sederhana, HIJRAH MIND membagi otak menjadi empat kuadran. Ini berbeda dengan pengetahuan populer  yang membelah otak hanya menjadi dua yaitu kiri dan kanan.

Empat kuadran yang dimaksud adalah spontaneous, feeling, specific, dan reasoning. Dalam setiap kuadran ada energi yang mempengaruhi seseorang dalam berperilaku atau mengambil sebuah keputusan. Namun perlu diketahui, tidak ada seorangpun yang memiliki satu kuadran otak dengan energi 0 persen. Sehingga tidak bisa ada pelabelan manusia spontaneous, manusia specific, dan seterusnya karena tidak ada satu kuadranpun yang energinya absolut 100 persen.

Kemungkinan terkuat adalah adanya satu kuadran yang bekerja secara dominan dalam keseluruhan aktivitas manusia. Tetapi bukan berarti bagian yang tidak dominan tidak dibutuhkan dan tidak memiliki kemampuan. Istilah neurological dominance mengacu pada sebuah preferensi dalam menggunakan salah satu bagian otak dibandingkan dengan bagian yang lain dan mempengaruhi cara seseorang dalam berpikir, berbicara, dan berperilaku Seperti halnya seorang pesepakbola saat hendak melakukan tembakan ke arah gawang lawan. Ada tipe seperti David Beckham yang sangat jago melakukan shot on goal dengan kaki kanan, tetapi ada pula pemain sperti Arjen Robben yang lebih piawai menembak dengan kaki kiri. Bukan berarti kaki kiri Beckham atau kaki kanan Robben tidak bisa digunakan menembak. Ini soal pilihan yang menjadi kebiasaan, bukan kemampuan. Karena tidak pernah dibiasakan menembak dengan kaki kiri, kaki kanan Beckham lebih punya energi. Begitu sebaliknya dengan Robben. Bagaimana dengan pengimplementasian neurological dominance?

Seseorang yang dominan spontaneous, karakternya akan cenderung spekulatif (suka dengan trial and error), gemar membuat langkah yang tidak baku, tidak umum, anti mainstream, berani bermimpi besar dan mengambil risiko, suka berimajinasi, dan mudah dihinggapi rasa penasaran terhadap hal-hal baru. Berbeda dengan orang dominan specific yang cenderung rapi, segala sesuatunya terencana dengan detail, tidak suka acak-acakan (suka yang terorganisir). Karena itulah orang dominan specific akan cenderung meminimalkan risiko negatif.

Ibarat mobil, ada pedal gas dan rem yang sama-sama dibutuhkan pengemudi. Orang yang dominasi spontaneousnya kuat, perlu belajar menata diri dengan lebih rapi dan terencana sehingga tidak selalu membuat langkah spekulatif yang bisa berakibat fatal. Kalaupun sulit menata diri, dia perlu disupport oleh orang yang dominan specific. 

Begitu pula dengan orang yang dominan feeling. Orang seperti ini akan cenderung emosional dalam menyikapi sesuatu, sangat mudah berempati, tidak suka berkonflik, dan cenderung menggunakan intuisi dalam mengambil keputusan.

Orang yang dominan feeling perlu menguatkan atau mendapat dukungan dari orang yang dominan energi reasoningnya sehingga bisa berpikir logis, analitis, dan bisa menyikapi sesuatu secara proporsional sesuai fakta.



Komentar